Pratiwi Soedharmono Inspirator Kartini Masa Kini

dr. Pratiwi Soedharmono (seorang Ilmuan Indonesia)

Selasa 21 April 2020, Sobat Pecinta Langit 21 April menjadi sejarah penting bagi emansipasi wanita. Sebagai peringatan penjuangan R.A. Kartini mencapai kesepahaman bahwa perempuan memiliki kesempatan yang sama seperti laki-laki untuk berkonstribusi di berbagai bidang, salah satunya Astronomi. Di tengah minimnya asumsi masyarakat kalau wanita bisa menjadi Astronot, dr. Pratiwi Soedharmono hadir dan menunjukan konstribusinya di bidang Astronomi. Nah sobat, yuk kita mengenal lebih lanjut siapa sosok Kartininya Astronomi.

dr. Pratiwi Soedharmono merupakan wanita kelahiran Bandung, 31 Juli 1952. Pemilik nama lengkap Pratiwi Pujilestari Soedarmono telah memiliki ketertarikan dengan tata surya, antariksa dan luar angkasa sejak usia dini. Dari ketertarikan tersebut, Pratiwi kecil memiliki keinginan menjadi bagian Indonesian Space Experiment (INSPEX).

dr. Pratiwi P. Sudarmono merupakan lulusan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta pada tahun 1976. Ia kemudian menerima kursus penelitian PhD di bidang Biologi Molekuler dari Universitas Osaka, Jepang. Dan pada tahun 1985 ia pergi ke Johnson Space Center, AS untuk mengikuti pelatihan dan mendapatkan sertifikat Astronot Spesialis muatan. Pada tahun 1992 ia mendapatkan pengakuan sebagai Spesialis Mikrobiologi Klinik. Saat ini ia adalah Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan masih aktif sebagai dosen Departemen Mikrobiologi FKUI. Pada Februari 2008 ia diangkat sebagai Profesor Kehormatan Ilmu Mikrobiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Astronot Pertama Indonesia

Mengutip dari tirto.id perjalanannya dimulai sejak pemerintah Indonesia menjalin kerja sama dengan NASA (National Aeronautics and Space Administration), lembaga antariksa milik Amerika Serikat pada 1985.
Kerjasama ini memiliki tujuan membawa Skynet 4A, Palapa B3, dan Westar 6S. Christian Lardier dan Stefan Barensky dalam The Proton Launcher: History and Developments (2018), menyebutkan Palapa B3 adalah satelit milik Indonesia sehingga dirasa perlu melibatkan astronot Indonesia.

Setelah mengalahkan 207 kandidat dimana 25 di antaranya merupakan wanita, Pratiwi terpilih mewakili Indonesia sebagai Spesialis Muatan untuk pesawat ulang alik Coloumbia. Selain itu, seorang insinyur telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Taufik Akbar turut terpilih mendampinginya sekaligus menjadi awak cadangan dalam misi STS-61-H.
Namun, dalam buku Shattered Dreams: The Lost and Canceled Space Missions(2019), Colin Burgess mengisahkan terjadinya insiden menyedihkan sebelum misi STS-61-H terlaksana. Tepatnya pada 28 Januari 1986, saat misi STS-51-L, pesawat ulang-alik Challenger meledak 73 detik setelah diluncurkan pada ketinggian 15 atau 16 kilometer hingga memakan korban tujuh orang kru.

Insiden tersebut membuat NASA membatalkan beberapa penerbangan ke luar angkasa termasuk penerbangan Columbia. Akhirnya Satelit B-3 diluncurkan dengan Roket Delta tanpa menyertakan astronot Indonesia. Meskipun demikian, Pratiwi dan Taufik tetap ke Amerika Serikat untuk menempuh pelatihan muatan dan sempat mengambil foto beratribut astronot.
Sobat Pecinta Langit, kendati misi yang dicanangkan membawa dr.Pratiwi gagal, sosoknya telah menunjukan adanya Astronot wanita pertama di Indonesia bahkan juga Asia. Perjuangannya melukiskan bahwa wanita pun memiliki kesempatan untuk berkonstribusi meskipun perjuangannya lebih sulit ketimbang laki-laki. Sebagai generasi Indonesia, kita patut berbangga karena memiliki sosok Kartini di bidang Astronomi.

Sobat Pecinta Langit sekiranya demikian perjalanan kita mengenal dr. Pratiwi Soedharmono. Kami segenap anggota KS Andromeda turut menghaturkan Hidup Kartini ! Hidup Astronomi ! Salam Antariksa.