KS Andromeda dan Teleskop untuk Semua


Sumber pusat studi astronomi

Dilansir dari langitselatan.com, KS Andromeda menjadi satu di antara 17 penerima teleskop sekaligus menjadi satu-satunya yang berasal dari Indonesia pada program ‘Teleskop untuk Semua’ yang diadakan oleh Internasional Astronomical Union.
Sebelumnya, di tahun 2019 bertepatan dengan perayaan ulang tahun IAU yang ke 100 tahun, Pusat Studi Astronomi (PASTRON) berkerjasama dengan KS Andromeda mengadakan kegiatan ‘Semesta untuk Semua’ dengan mengundang guru dan siswa SLB N 2 Bantul. Mengutip pastron.uad. ac.id, dalam kegiatan ini antusias siswa penyandang disabilitas sangat tinggi namun masih terkendala dengan minimnya bahasa isyarat.
Dengan berhasilnya menjadi penerima teleskop, KS Andromeda berharap ini menjadi wujud nyata astronomi khususnya dalam dunia pembelajaran inklusi. Sekian.
Ingin mengenal lebih jauh tentang KS Andromeda? Mari bergabung bersama kami di Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan. Cukup dengan mengunjungi pmb-online.uad.ac.id lalu upload nilai dan tunggu hasilnya. Mudah bukan? Kami tunggu kehadiran anda.

Teleskop Untuk Semua: 17 Teleskop Untuk 17 Negara

Eksperimen Anti Bosan Berfaedah

2 Juni 2020 Bicara tentang belajar dari rumah, rasa-rasanya membosankanya Sobat?  Eits tapi tidak berlaku untuk kelompok studi Andromeda lho. Mereka punya eksperimen sederhana yang memecah bosannya belajar di rumah. Eksperimennya seperti apaya? Baca lebih lanjut, yuk!

Gambar 1. Penentuan Arah Kiblat

Dilansir dari BMKG, bulan Meitanggal 27 dan 28 pukul 12.18 waktu setempat atau dalam versi Indonesia pukul 16.18 WIB, posisi matahari berada tepat di atas Ka’bah. Sehingga tidak ada bayangan Ka’bah saat itu. Lalu,apa yang menarikya? Simak penjelasan berikut.

Seluruh muslim di dunia menjadikan Ka’bah sebagai arah kiblat untuk melaksanakan sholat, sesuai perintah Allah SWT dalam surah Al Baqarah ayat 144, 149 dan 150. Nah sobat, dengan adanya fenomena Ka’bah tanpa bayangan, kita dapat mengukur arah kiblat dan mengetahui pegeserannya walaupun berada di Indonesia.

Tapi bagaimana cara mengukur arah kiblat?

Banyak metode yang biasa dilakukan untuk mengukur arah kiblat. Selama ini ada lima metode yang sering digunakan yaitu(1) menggunakan alat bantu kompas, (2) menggunakan alat bantu tongkat istiwak,(3) menggunakan rasyd al-qiblah global,(4) mengunakan rasyd al-qiblah local, (5) dan menggunakan alat bantu teodholit.

Sepertinya sulitya Sobat?

Tidak, kok Sobat. Bahkan 4 mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan berhasil mengukur arah kiblat lho.

Mahasiswa pertama yang melakukan eksperimen ini yaitu Muhammad FikriSya’bani. Eksperimen dilakukan langsung di Musholla Istimra Adam’i yang berlokasi di Cempedak, Lobang, Sei Rampah, Sumatera Utara (N 3°29’0.5388” E 99°5’47.427”) pada tanggal 27 Mei pukul 16.18. Dengan memanfaatkan tongkat yang diposisikan berdiri dan mendapat sinar cahaya matahari langsung sehingga memperoleh bayangan. Kemudian memberi tanda pada bayangan yang dihasilkan, inilah yang nantinya menjadi arah kiblat.

Gambar 2. Percobaan Arah Kiblat

 

Setelah melakukan percobaan, berlanjut menghitung berapa derajat pergeseran dari arah kiblat sebelumnya yaitu dengan meng-input garis bujur dan lintang tempat melakukan eksperimen kedalam aplikasi penghitung arah kiblat.

Gambar 3. Perhitungan Arah Kiblat

Dari gambar di atas, terlihat ya sobat hasil yang diperoleh adalah 292 derajat 45 menit 24,73detik. Selanjutnya, eksperimen versi Mir’atun Nafiah. Mahasiswi asal Lampung ini melakukan percobaan di daerah Pubian, Lampung Tengah(s 5°2’55.2408″ e 104°52’46.5168″) pada tanggal 28 Mei 2020 pukul 16.18 WIB. Uniknya, percobaan ini menggunakan gang sapu saja. Mulanya, sapu dibiarkan berdiri tegak, selanjutnya matahari akan menyinari gang gang sapunya hingga terbentuk sebuah bayangan.

Gambar 4. Percobaan Arah Kiblat

Setelah melakukan percobaan tersebut, dapat dihitung pula berapa derajat pergeseran dari arah kiblat sebelumnya. Perhitungannya dilakukan dengan meng-input garis bujur dan lintang daerah Pubian (s 5°2’55.2408″ e 104°52’46.5168″) keaplikasi pengukur arah kiblat, jadi tidak pusing-pusinganya Sobat.

Gambar 5. Perhitungan Arah Kiblat

Dari gambar di atas, diperoleh hasil yaitu 295 derajat 15 menit 58.78 detik.

Selain menggunakan gang gang sapu, tongkat juga bias digunakan lho Sobat. Seperti eksperimen ala Vindi Ariskasari dari Mesuji Makmur, Palembang, (2°59′27.99″ls 104°45′24.24″bt). Tepat di jam 16.18 WIB, tongkat diposisikan berdiri dan mendapat cahaya matahari langsung hingga diperoleh bayangan di belakang tongkat.

Gambar 6. Percobaan dengan tongkat

Setelah dihitung dengan aplikasi yang sama mahasiswi asal Sumatera Selatan ini memperoleh data sudut  294 derajat 33 menit 33.02 detik.

Ada lagi Sobat, eksperimen ketiga yang dilakukan oleh Cintha Ayu Wandira dari Singkut, Sarolangun, Jambi (2°30’4″ ls , 102°42’13” bt). Masih di waktu yang sama pada tanggal 28 Mei pukul 16.18 WIB.

Gambar 7. Bayangan

Mahasiswa semester enam ini juga menggunakan tongkat yang mendapat sinar matahari langsung. Terlihatkan Sobat bayangannya? Yang di dekat segitiga siku-siku itu loh. Dari eksperimen ini diperoleh data sudut 294 derajat 49 menit 57.83 detik, perhitungan ini menggunakan aplikasiya, cukup meng-input data bujur timur dan lintang selatan.

Bagaimana Sobat?

Mudahkan mengukur arah kiblat? Berfaedah jugakan?

Kalau Sobat masih bingung atau ingin tahu lebih lanjut, bias lho bergabung menjadi bagian Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan. Nanti kita ngobrol tentang Astronomi, ya Sobat Pecinta Langit, hihi.

Seperti eksperimen mengukur arah kiblat, mendaftar di Universitas Ahmad Dahlan juga mudah kok Sobat. Tinggal klik pmb-online.uad.ac.id, pakai nilai rapor juga bisa, mudah bukan? Langsung cus, kami tunggu ya Sobat.