PODCAST ANGKRINGAN ANGKASA#5 “RASI BINTANG”

Rasi bintang adalah sekumpulan bintang yang terlihat sehingga menyerupai sebuah bentuk tertentu. Bentuk imajinari ini bisa berbeda untuk setiap daerah. Di daerah Eropa misalnya mengenali rasi bintang Orion, sedangkan orang di Jawa mengenal nya sebagai Waluku. Bukan hanya namanya berbeda, namun juga bentuknya. Orion adalah pemburu, sedangkan waluku adalah alat untuk membajak sawah. Dengan kumpulan bintang yang hampir sama, namun bentuk imajinarinya berbeda. Hal ini menandakan bahwa imajinasi setiap orang, setiap bangsa berbeda-beda.

Adanya faktor budaya juga ikut mempengaruhi penamaan rasi bintang disetiap daerah. Budaya dalam hal ini berkaitan dengan mata pencaharian masyarakat tersebut. Di suatu daerah didominasi dengan kegiatan bercocok tanam, di tempat lain bisa jadi berlayar atau berburu. Sehingga, bentuk imajinasi masyarakat cenderung ke benda-benda yang ditemui atau dibutuhkan sehai-harinya. Selain itu, kemunculan suatu rasi bintang di langit malam pada bulan-bulan tertentu dijadikan sebagai panduan bagi suatu masyarakat untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan mata pencahariannya tadi. Misalnya Pleaides yang merupakan bagian dari rasi bintang Taurus menjadi pertanda untuk warga Lombok dalam bercocok tanam.

Selama ini kita mengenal zodiak seperti aries, taurus, gemini, leo, sagitarius, scorpio dll. Apakah itu bagian dari penamaan rasi bintang? dan seperti apa penamaan rasi bintang itu?

Dari perbedaan penamaan rasi bintang itu, sehingga perlu adanya kesatuan penamaan. International Astronomical Union secara resmi mengakui ada 88 rasi bintang atau konstelasi. Dari 88 rasi bintang tersebut ada 12 zodiak seperti yang kita kenal. Zodiak ini adalah rasi bintang yang seolah dilewati oleh Matahari yang kita lihat di langit. Tentu sobat langit ingat zodiaknya masing-masing kan. Nah, misalnya pada bulan oktober ini, zodiaknya adalah Scorpio. Artinya kalau kita bisa melihat Matahari saat siang hari tadi, maka letak Matahari tersebut ada diposisi dengan rasi bintang Scorpio sebagai latar belakangnya. Nah, ada kabar yang menarik, bahwa sekarang ini zodiak sebenarnya ada 13. Karena, rasi bintang yang dilewati oleh Matahari bertambah 1 yaitu rasi bintang Ophiucus. Ophiucus ini bentuk imajiner berupa orang yang sedang memegang ular. Rasi bintang Ophiucus ini bedasarkan urutan zodiak perhitungan 13 rasi bintang, berada diantara rasi bintang Scorpio dan Sagitariuas yaitu tanggal 30 November – 17 Desember. Nah, kalau tadi, dibilang bahwa zodiak untuk bulan Oktober ini adalah Scorpio, maka sebenarnya untuk tanggal 17 september – 30 Oktober zodiaknya adalah Virgo. Namun, jangan sedih karena apapun zodiaknya, tetap tidak ada pengaruhnya pada nasib sobat pecinta langit.

Selain rasi bintang, kita juga mengenal yang dinamakan asterisma, apa bedanya rasi bintang dan asterisma?

Asterisma atau asterism sebernarnya sama dengan rasi bintang, juga merupakan pola bintang. Bedanya pola bintang asterisma bersifat informal, tidak ditetapkan oleh IAU. Bentuk pola imajiner kumpulan bintang ini bisa jadi bagian dari rasi bintang atau juga gabungan dari bintang-bintang yang berasal dari 2 rasi bintang. Contoh asterisma yaitu Big Dipper yang bentuknya seperti gayung raksasa yang merupakan bagian dari rasi bintang Ursa Major atau beruang besar. Atau misalnya di rasi bintang Sagitarius, terdapat asterisma berbentuk tea pot atau teko teh. Jadi ada bagian dari Sagitarius yang bentuknya menyerupai teko teh. Namun perlu diingat, baik rasi bintang maupun asterisma, bintang-bintang penyusun bentuk tersebut tidak berarti jaraknya dari Bumi sama jauhnya. Bintang-bintang tersebut dapat berada jarak yang berbeda-beda, namun kita di Bumi melihatnya seolah-olah mereka berdekatan sehinggga bisa dibuat garis-garis dan membentuk pola tertentu.

Oiya zaman dulu sebelum ada teknologi maupun kompas nenek moyang kita kan  menggunakan rasi bintang untuk menentukan arah, nah bagaimana sih cara menetukan arah menggunakan rasi bintang?

Jadi ada 4 rasi bintang yang dijadikan petunjuk arah. Ursa Mayor, Crux, Orion, Scorpio :

  1. Ursa Mayor

Rasi bintang Ursa Mayor menunjukkan arah utara. Rasi ini terdiri dari 7 bintang atau disebut juga konstelasi bintang tujuh. Sistem tujuh bintang ini dinamakan bintang biduk, karena jika ditarik garis akan berbentuk seperti biduk atau gayung besar.Bintang yang paling terang di rasi ini adalah Polaris, yang sering disebut sebagai bintang utara atau bintang kutub.

  1. Crux

Rasi bintang Crux menunjukkan arah selatan. Rasi ini terdiri dari 4 bintang utama yang  kalau ditarik garis akan membentuk seperti salib atau layang-layang. Bintang yang paling terang adalah Alpha Crucis atau Acrux. Bintang yang berwarna biru putih ini digunakan para pelaut zaman dulu sebagai penunjuk arah selatan karena sangat mudah dilihat dengan mata telanjang.

  1. Orion

Rasi bintang Orion menunjukkan arah barat. Rasi ini disebut juga rasi bintang pemburu. Sangat mudah menemukan rasi bintang ini. Kalau teman-teman melihat tiga bintang yang berjajar di langit barat dan dikelilingi oleh bintang terang lainnya, itulah Orion. Tiga bintang yang sejajar itu disebut sabuk Orion. Bintang yang paling terang di rasi ini adalah Alpha Orionids atau Betelgeuse. Bintang ini digambarkan sebagai bahu Orion.

  1. Scorpio

Rasi bintang Scorpio menunjukkan arah tenggara atau timur langit. Rasi bintang ini juga disebut sebagai rasi bintang kalajengking Tidak seperti Orion, rasi ini agak sulit dicari di langit malam karena jumlah bintangnya yang banyak. Tapi kalau sudah menemukan salah satu bintang di rasi Scopio, teman-teman akan sangat mudah menarik garis membentuk kalajengking, karena bentuk melengkungnya sangat jelas dan ekor panjangnya mengarah ke selatan. Bintang yang paling terang di rasi ini adalah Alpha Scorpii atau Antares.

Seperti dalam film Moana, sobat langit tahu dong film Moana? Dalam film Moana kita tahu bercerita tentang seorang putri kepala suku diri pulau Polinesia di pasifik. Yang merupakan bangsa petualang paling terkenal sedunia. Dulunya, mereka hanya menggunakan rasi bintang dan arus laut untuk berpetualang. Dalam film tersebut, Moana berlayar menggunakan petunjuk rasi bintang yang menyerupai mata kail suku bangsa Maui. Bentuk mata kail ini adalah bagian dari rasi bintang Scorpius atau kalajengking. Di dekat rasi bintang ini kita bisa melihat bentangan Galaksi Bimasakti yang terlihat menyerupai kabut atau awan putih tipis. Dan di film Moana ditunjukan juga Galaksi Bimasakti ini juga.

Nah karena kita berada dizaman yang lebih canggih, banyak penemuan-penemuan, teknologi juga semakin canggih, kita bisa menggunakan teknologi atau aplikasi yang bisa membantu menemukan letak rasi bintang. Misalnya seperti aplikasi Google Sky Map, Starry Night, Stellarium dan masih banyak lagi.

Sumber :

https://astrofacts.wordpress.com/2009/07/19/making-friends-with-the-night-sky-mauis-fishhook/

http://earthsky.org/tonight/orions-belt-and-the-celestial-bridge

https://www.fourmilab.ch/earthview/pacalc.html

PODCAST ANGKRINGAN ANGKASA#4 “ELONGASI TIMUR TERBESAR MERKURIUS”

Planet mempunyai kecepatan beredar mengelilingi matahari berbeda-beda, sehingga letak atau kedudukan planet tersebut bila dilihat dari bumi akan berubah-ubah pula. Nah sudut yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan Bumi-Matahari dengan suatu planet disebut elongasi. Nah sudut elongasi maksimum atau yang terbesar adalah sudut terjauh yang dibentuk oleh planet atau bintang terhadap matahari dan bumi yang dapat dilihat dari bumi. Sehingga ketika lihat dari bumi maka akan tampak lebih jelas dan lebih terang. Kita bisa ambil contoh pada bulan, bulan tampak lebih jelas dan terang pada saat bulan purnama bukan?. Nah pada saat itu bulan membentuk sudut elongasi terbesar yang bisa dilihat oleh bumi sekitar 180 derajat (opsisi) yang artinya sejajar pada posisi matahari-bumi-bulan. Ketika bulan purnama, bulan akan terbit pukul 18.00 dan terbenam pukul 06.00, tepat sesaat setelah matahari terbit dan tenggelam. Begitu pula pada saat elongasi timur terbesar merkurius, merkurius akan tampak sesaat setelah matahari terbenam.

Sebelum lebih lanjut, jadi planet itu berdasarkan jaraknya ke matahari, planet dapat dibedakan atas planet dalam (interior planet) dan planer luar (eksterior planet).

Planet Dalam (Interior Planet) yaitu planet-planet yang jarak rata-ratanya ke matahari lebih dekat dari jarak rata-rata bumi ke matahari atau lintasannya berada di antara lintasan bumi dan matahari. Yang termasuk Planet Dalam itu adalah Merkurius dan Venus.

Sedangkan Planet Luar (Eksterior Planet) yaitu planet-planet yang jarak rata-ratanya ke matahari lebih jauh dari jarak rata-rata bumi ke matahari atau lintasannya berada di luar lintasan bumi.  Seperti Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.

Bagaimana sudut elongasi pada planet yang termasuk Planet luar (Eksterior Planet)? Jika dilihat dari bumi, sudut elongasi kelompok planet luar berkisar antara 0–180  derajat. Bila elongasi salah satu planet mencapai 180 derajat, hal ini berarti planet tersebut sedang berada dalam kedudukan oposisi, yaitu kedudukan suatu planet berlawanan arah dengan posisi matahari dilihat dari bumi.

Pada saat oposisi, berarti planet tersebut berada pada jarak paling dekat dengan bumi. Bila elongasi salah satu planet mencapai 0o berarti planet tersebut mencapai kedudukan konjungsi, yaitu suatu kedudukan planet yang berada dalam posisi searah dengan matahari dilihat dari bumi. Pada saat konjungsi, berarti planet tersebut berada pada jarak paling jauh dengan bumi.

Bagaimana sudut elongasi pada planet yang termasuk Planet dalam (Interior Planet)? Planet yang termasuk Planet dalam (interior planet) itu juga berbeda-beda kak sudut elongasi yang dibentuk. Nah besarnya sudut elongasi yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan Bumi-Matahari-Merkurius yaitu antara 0–28  derajat , sedangkan sudut elongasi Bumi-Matahari-Venus adalah 0–50 derajat. dari besarnya sudut elongasi paling besar yang dapat dicapai oleh planet itu, kita dapat hitung lamanya waktu planet Merkurius dan Venus terlihat dari bumi, Planet Merkurius dapat terlihat dari bumi paling lama sekitar 28/360 × 24 jam atau 1 jam 52 menit. Sedangkan Planet Venus dapat terlihat dari Bumi paling lama sekitar 50/360 × 24 jam atau 3 jam 20 menit.

Oiya elongasi planet dalam (interior planet) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu elongasi barat, jika posisi suatu planet berada di sebelah barat matahari dilihat dari bumi dan elongasi timur, jika posisi suatu planet berada di sebelah timur matahari dilihat dari bumi.

Planet Venus ataupun Merkurius yang berada pada posisi elongasi barat akan terbit terlebih dahulu di ufuk timur pada saat matahari masih berada di bawah horizon timur, sehingga planet tersebut terlihat berkilauan dilihat dari bumi karena sinar matahari yang diterimanya dipantulkan kembali ke bumi. Biasanya orang-orang di bumi menyebut Planet Venus atau Merkurius yang sedang berada pada kedudukan elongasi barat sebagai Bintang Timur.

Sebaliknya apabila planet Merkurius atau Venus sedang berada pada posisi elongasi Timur, maka-planet-planet itu akan memantulkan cahaya matahari beberapa saat setelah matahari terbenam di ufuk barat, sehingga akan terlihat dari bumi sebagai Bintang Senja. Jadi untuk fenomena bulan ini, elongasi timur terbesar merkurius temen-temen sobat pencinta langit bisa menyebut merkurius sebagai Bintang senja.

Kapan tepatnya fenomena elongasi timur terbesar merkurius ini terjadi?

Elongasi timur terbesar Merkurius akan mencapai elongasi timur maksimum pada tanggal 1 Oktober 2020 pukul 22.59 WIB. Merkurius terletak di 11 derajat sebelah selatan Matahari dengan ketinggian 22,5 derajat ketika terbenam dan elongasi 25,8 derajat. Merkurius dapat diamati dengan mata telanjang beberapa menit setelah terbenam Matahari dengan magnitudo visual +0,1. yang artinya jika kita lihat dari bumi, merkurius akan memiliki kecerahan atau cahaya tampak +0,1. Nah kecerahan +0,1 ini jika dibandingkan dengan matahari dan bulan tentunya lebih redup karena matahari memiliki magnitudo tampak -26,8 dan bulan purnama memiliki magnitudo -12,6. Dari sini kita bisa tau bahwa semakin kecil magnitudo semakin tampak cahaya yang kita terima. Elongasi timur maksimum Merkurius ini rata-rata terjadi setiap 116 hari sekali, terakhir terjadi pada 5 Juni 2020 dan akan terjadi kembali pada 24 Januari 2021.

Ada beberapa cara membedakan planet dan bintang di langit malam dengan mata telanjang tanpa bantuan alat, dengan cara yaitu :

  1. Biasanya cahaya planet tampak lebih terang dan ukurannya lebih besar dibandingkan dengan bintang. Hal ini karena letak mereka lebih dekat dibandingkan dengan jarak bintang.
  2. Cahaya bintang tampak berkelap-kelip, sedangkan cahaya planet cenderung tidak berkelap-kelip. Hal ini karena letak bintang sangat jauh dari Bumi sehingga cahaya yang tiba di permukaan Bumi sudah sangat lemah dan mudah terganggu turbulensi udara di atmosfer. Turbulensi udara ini bisa membiaskan atau membelokkan cahaya sehingga cahaya bintang tampak berkelap-kelip.

Dan jika sobat pecinta langit perhatikan berturut turut posisi planet akan terlihat berpindah dari hari ke hari (waktu terbit atau tenggelam akan berbeda dari hari ke hari). Hal ini disebabkan gerakan Bumi mengelilingi Matahari sehingga posisi planet-planet itu akan terlihat bergeser pada hari yang berbeda.

Sumber :

https://langitselatan.com/2020/10/01/fenomena-langit-bulan-oktober-2020/

http://edukasi.sains.lapan.go.id/artikel/bersiaplah-fenomena-astronomis-oktober-2020/249

PODCAST ANGKRINGAN ANGKASA#2 “EKUINOKS”

Lama siang hari dan malam hari di negara-negara tropis mungkin secara rata-rata terasa sama saja sepanjang tahun, yaitu sekitar 12 jam. Namun, jika kita tinggal di negara empat musim atau yang terletak di Bumi bagian utara dan selatan, lama siang dan malam tidaklah sama dalam satu tahun. Pada saat musim panas, siang hari akan terasa sangat panjang, sedangkan pada saat musim dingin, malam hari yang terasa lebih panjang.

Mengapa panjangnya hari bergantung pada musim dan posisi suatu tempat? Alasannya adalah karena Bumi berevolusi mengelilingi matahari dengan poros rotasi Bumi yang miring dengan kemiringan 23.50.  Sudut ini diukur terhadap perpotongan bidang ekuator Bumi dan bidang revolusi Bumi terhadap matahari.

Poros Bumi mengarah pada titik yang sama saat Bumi berevolusi mengelilingi matahari. Hal ini menyebabkan salah satu belahan Bumi berada lebih dekat dengan matahari dan belahan Bumi lain lebih jauh. Hal ini yang menyebabkan munculnya musim dan perbedaan panjang siang dan malam.Ada saatnya poros Bumi tidak condong maupun menjauhi matahari. Pada saat itu bidang ekuator Bumi sama dengan bidang ekuator matahari. Hal ini menyebabkan panjang siang dan malam yang sama di kedua belahan Bumi. Peristiwa ini dikenal sebagai ekuinoks.

Ekuinoks berasal dari dua kata dalam bahasa Latin, aequus (sama) dan nox (malam), yang kemudian diterjemahkan sebagai waktu di saat panjang siang dan malam setara. Definisi ekuinoks secara astronomis sedikit berbeda. Dalam pengertian astronomi, ekuinoks adalah waktu ketika suatu titik di ekuator Bumi tepat menghadap ke arah pusat piringan Matahari. Dari titik ini, seorang pengamat yang beruntung akan mendapati Matahari berada tepat “di atas” kepalanya dalam waktu-waktu ekuinoks

Terdapat dua jenis Ekuinoks dalam satu tahun, yaitu Ekuinoks Vernal (disebut juga ekuinoks Maret, vernal equinox) dan Ekuinoks Musim Gugur (autumnal equinox). Ekuinoks vernal menandai dimulainya musim semi di belahan Bumi utara dan musim gugur di belahan Bumi selatan. Sebaliknya, ekuinoks musim gugur menandai dimulainya musim gugur di belahan Bumi utara dan musim semi di belahan Bumi selatan. Ekuinoks vernal terjadi sekitar tanggal 20-21 Maret dan ekuinoks musim gugur sekitar tanggal 22-23 September. Tanggal terjadinya ekuinoks dapat ditentukan melalui persamaan bujur matahari (solar longitude). Bujur matahari adalah sudut antara posisi matahari dengan posisi ekuinoks vernal bila dilihat dari Bumi. Menurut Kepala Bidang Diseminasi Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antarika Nasional (LAPAN), pada tahun ini di Indonesia akan terjadi Ekuinoks september pada tanggal 22 september 2020 pukul 20.31 WIB

Fakta tentang Ekuinoks

  1. Ekuinoks tidak “diam” di satu tanggal

Beberapa dari pembaca sekalian mungkin menyadari, bahwa tanggal terjadinya ekuinoks yang telah tertulis di atas tidak menyebutkan satu tanggal spesifik. Alasannya, karena waktu ekuinoks memang berubah secara kontinu. Perubahan ini terjadi sebagai akibat dari penyesuaian sistem penanggalan dan waktu manusia, dengan peredaran Bumi mengelilingi Matahari.

Satu tahun dalam kalender kita memuat tepat 365 (terkadang 366) hari, sementara Bumi mengedari Matahari tidak dalam jangka waktu tepat 365 atau 366 hari. Satu tahun sideris, yaitu jangka waktu yang dibutuhkan Bumi dalam mengedari Matahari tepat sekali edar, kurang lebih setara dengan 365 hari ditambah 6 jam 9 menit 10 detik.

Kemudian, Bumi juga tak hanya bergerak mengelilingi Matahari. Bumi juga berputar, yang hasilnya bisa kita lihat dari adanya siang dan malam, serta satu lagi: berputarnya poros Bumi sendiri, dinamai presesi (bedakan dengan presisi). Presesi membuat titik kutub utara Bumi tidak terus-menerus menghadap ke satu titik yang sama, tetapi bergeser perlahan dalam periode sekitar 25.800 tahun. Dengan penggambaran lain, bintang yang kini dikenal sebagai bintang Utara, Polaris, dalam beberapa ribu tahun ke depan, tak bisa lagi dijadikan patokan arah utara.

Kombinasi dari kedua gerak ini, gerak edar Bumi dan gerak presesi, menghasilkan perhitungan tahun yang lain: tahun tropik, yang merujuk pada “waktu edar” Matahari untuk “bergerak” kembali ke satu kedudukan di bola langit. Contoh sederhananya adalah selang waktu antara dua ekuinoks musim semi. Tahun tropik sendiri kurang lebih setara dengan 365 hari 5 jam 49 menit, sekitar 20 menit lebih sedikit dari satu tahun sideris. Tahun tropik inilah yang kemudian menjadi kunci dalam revisi sistem kalender berikutnya, yang akan dikupas lebih lanjut di bawah.

  1. Ekuinoks musim semi dulu tidak ditetapkan pada 21 Maret

Kalau begitu, mengapa sekarang ekuinoks musim semi berada di sekitar 21 Maret? Semua berawal dari perbedaan tahun kalender dengan tahun sebenarnya,

Ketika Julius Caesar menyusun kalendernya lebih dari dua milenium yang lalu, ia menetapkan ekuinoks musim semi pada tanggal 25 Maret, yang ditandai sebagai hari kelahiran Attis, Dewa Tetumbuhan Romawi. Caesar pun sudah menyadari bahwa panjang satu tahun sebenarnya sedikit lebih dari 365 hari, tepatnya lebih sekitar enam jam. Hal ini ditindaklanjuti dengan menambahkan satu hari tiap empat tahun. Kini kita mengenal tahun dengan tambahan hari ini sebagai “tahun kabisat”.

Sebagai hasil dari adanya tahun kabisat ini, panjang rata-rata satu tahun dalam kalender milik Julius Caesar ini adalah 365 hari 6 jam. Jika dibandingkan dengan panjang satu tahun tropik, akan terlihat bahwa ada selisih sekitar 11 menit antara keduanya. Selisih ini kemudian terakumulasi sedemikian rupa, sehingga pada tahun ketika Konsili Nicea I digelar, 325 M, ekuinoks musim semi terjadi sekitar tanggal 21 Maret, alih-alih 25 Maret. Akumulasi ini terus berlanjut sedemikian rupa, sehingga di abad ke-16, hari Paskah yang sejatinya didefinisikan sebagai Minggu pertama pasca bulan purnama pasca ekuinoks, malah terjadi sebelum tanggal 21 Maret itu sendiri.

Kisruh ini kemudian diakhiri pada Oktober 1582, ketika Paus Gregorius XIII pun memperkenalkan sistem kalender Gregorian, yang memperbaiki akurasi kalender Julian sebelumnya. Menjaga perayaan Paskah supaya tetap berlangsung antara 22 Maret dan 21 April, ekuinoks musim semi tetap ditentukan terjadi di sekitar 21 Maret dan tidak (cepat) bergeser maju sebagaimana pada kalender Julian.

Equinox dirayakan dengan berbagai perayaan di seluruh belahan dunia. Salah satunya, adalah perayaan Paskah bagi umat Kristiani. Perayaan paskah ditetapkan pada bulan purnama pertama setelah Equinox.. Persia memiliki tradisi Norwuz (tahun baru Persia) yang telah dilakukan ribuan tahun lalu. Umat Hindu merayakan festival Holi, yang terkenal dengan tradisi melempar bubuk warna antar satu sama lain di India. Sementara di Jepang, orang-orang merayakan liburan dengan berkumpul bersama keluarga, dan melakukan kunjungan ke kuil, atau piknik sambil melihat bunga sakura mekar.

Perayaan ini berkaitan dengan penanda waktu pergantian musim bagi negara-negara di seluruh dunia, bagi beberapa negara di belahan Bumi utara, ekuinoks musim semi, sebagaimana namanya, menjadi penanda awal musim semi. Negara lain, misalnya negara Asia Timur, menjadikan ekuinoks sebagai penanda titik tengah musim semi. Dan di Indonesia, menurut Pusat Sains Antariksa LAPAN, menyebut ekuinoks merupakan penanda perubahan dari musim hujan ke kemarau atau sebaliknya.

PODCAST ANGKRINGAN ANGKASA#1 “KONJUNGSI BULAN DAN SATURNUS”

Konjungsi dalam istilah astronomi adalah sebuah fenomena terlihatnya dua benda langit yang seolah berdekatan. Hal ini karena kedua benda langit tersebut mempunyai koordinat asensio rekta yang sama. Jadi benda benda langit tersebut berada satu garis lurus sehingga mengakibatkan planet planet tersebut berhimpitan jika dilihat dari sudut pandang bumi namun faktanya mereka tidak berhimpitan tidak saling tumpuk mereka tetap berada di orbitnya masing masing hanya saja mereka berada di satu garis  kordinat yang sama.

Bulan, bintang, dan planet dalam sistem tata surya selalu bergerak mengelilingi matahari pada orbitnya. Lintasan orbit tersebut berbentuk lonjong (elips) dengan matahari ada pada satu titik fokusnya. Kecepatan gerak tiap tiap benda langit berbeda-beda ada yang cepat ada pula yang lambat, akibatnya hal ini lah yang mengakibatkan satu palent akan terlihat saling mengejar dengan planet lain sehingga tidak dapat di pungkiri jika sewaktu waktu ketika kita mengamati langit akan terjadi 2 atau bahkan lebih benda langit yang terlihat saling berdekatan, nah ini lah yang di sebut konjungsi.

Di bulan kemerdekaan ini kita mendapat tripel konjungsi sekaligus, dimana dikutip dari stelarium akan terjadi konjungsi bulan dan Jupiter pada tanggal 29 malam tepatnya pukul 23.16 WIB dilihat dari Bantul, Yogyakarta dan akan terjadi konjungsi bulan dan Saturnus pada tanggal 30 dini hari tepatnya pukul 01.15 WIB dilihat dari Yogyakarta. Pada malam itu bulan akan terlihat sangat dekat dengan Jupiter namun di menit selanjutnya bulan akan terlihat menjauhi Jupiter dan mendekati Saturnus  sehingga bulan akan terlihat dekat dengan Saturnus.

Planet-planet yang terlihat berdekatan sebenarnya tidak dekat di posisi sebenarnya. Namun, mereka terletak pada bidang yang sama, yaitu yang disebut dengan ekliptika. Pengertian ekliptika secara umum adalah lintasan yang dilalui oleh suatu benda dalam mengelilingi suatu titik pusat sistem koordinat tertentu. Sedangkan ekliptika pada benda langit merupakan suatu bidang edar berupa garis khayal yang menjadi jalur lintasan benda-benda langit dalam mengelilingi suatu titik pusat system tata surya yang dalam hal ini kita jadikan titik pusat sistem koordinat. Nah selain konjungsi dua planet dalam tata surya, terdapat pula konjungsi antara Matahari dan Bulan.

Dalam istilah astronomi Islam atau Falak, konjungsi jenis ini disebut sebagai ijtima’. Ijtima’ adalah  suatu istilah dalam ilmu falak, istilah itu diambil dari bahasa Arab yang mempunyai arti ‘berkumpul’, istilah lain untuk pengertian yang sama adalah Iqtiran, dalam bahasa Indonesia istilah ini dikenal pula dengan sebutan ‘Konjungsi’ yang diambil dari bahasa Inggris ‘Conjunction. Dalam prosesnya, Ijtima’ adalah suatu peristiwa saat bulan dan matahari terletak pada posisi garis bujur yang sama, bila dilihat dari arah timur ataupun arah barat. Fenomena Ijtima’ terjadi pada saat matahari, bulan, dan bumi berada pada satu garis atau satu bidang yang tegak lurus bidang ekliptika (bulan berada diantara matahari dan bumi). Ijtima’ ini berlangsung pada saat fase bulan mati atau bulan baru.

Dalam keadaan Ijtima’  pada hakikatnya masih ada bagian bulan yang mendapat pantulan sinar dari matahari, yaitu bagian yang menghadap bumi. Namun kadang kala, karena sangat tipis, hal ini tidak dilihat dari bumi, karena bulan yang sedang berijtima’ itu berdekatan letaknya dengan matahari.

Sebagaimana diketahui bahwa perjalanan waktu-waktu di bumi ini ditandai dengan peredaran benda-benda langit, terutama matahari dan bulan. Diantara benda-benda langit yang dianggap paling penting menurut ahli falak (astronomi) adalah matahari, bumi dan bulan. Peredaran ketiga benda langit tersebut penting untuk pedoman menentukan awal bulan, bilangan tahun, waktu shalat, dan lain sebagainya. Peredaran bulan mengelilingi bumi menjadi kaedah penyusunan bulan kamariyah sedangkan peredaran bumi mengelilingi matahari menjadi dasar penentuan bulan Syamsiyah dan waktu-waktu shalat.

Dalam lintasan bulan terdapat rasi-rasi (gugusan bintang) atau manzilah-manzilah. Bulan melintasi manzilah-manzilah tersebut pada suatu saat berada persis antara bumi dan matahari yaitu saat Ijtma’. Maka seluruh bagian bulan tidak menerima sinar matahari dan sedang menghadap ke bumi. Akibatnya, saat itu bulan tidak tampak dari bumi yang diistilahkan dengan Muhaq atau bulan mati. Begitu bulan bergerak, maka ada bagian bulan yang kelihatan sangat kecil menerima sinar matahari terlihat dari bumi berbentuk sabit (hilal).

Awal bulan kamariyah menurut ahli hisab adalah adanya hilal di atas ufuk pada saat matahari terbenam sedangkan ahli rukyat memberi ketentuan adanya hilal di atas ufuk pada waktu matahari terbenam dan dapat dirukyat. Adapun pakar astronomi menyayatakan bahwa awal bulan terjadi sejak terjadinya konjungsi (Ijtima’ al-hilal) segaris antara matahari dan bulan.

Dengan demikian, awal bulan kamariyah itu terjadi dengan beberapa indikator yang meliputi sudah terjadi Ijtima’, hilal berada di atas ufuk saat matahari terbenam dan hilal tersebut dapat dilihat bagi yang menggunakan sistem rukyat.

Podcast Angkringan Angkasa “BULAN” dalam Rangka Memeriahkan International Observe the Moon Night(InOMN)

Bulan adalah satelit alami Bumi satu-satunya dan merupakan satelit terbesar kelima dalam Tata Surya. Bulan tidak mempunyai sumber cahaya sendiri dan cahaya Bulan sebenarnya berasal dari pantulan cahaya Matahari.
Jarak rata-rata Bumi-Bulan dari pusat ke pusat adalah 384.403 km, sekitar 30 kali diameter Bumi. Diameter Bulan adalah 3.474 km, sedikit lebih kecil dari seperempat diameter Bumi. Bulan beredar mengelilingi Bumi sekali setiap 27,3 hari (perode orbit), dan variasi periodik dalam sistem Bumi-Bulan-Matahari bertanggungjawab atas terjadinya fase-fase Bulan yang berulang setiap 29,5 hari (perode sinodik).

Lalu kenapa Bulan mengelilingi Bumi?
Bulan mengelilingi Bumi karena tertarik oleh gravitasi, Bumi memiliki masa yang lebih besar maka gravitasinya juga lebih besar dari bulan oleh karena itu Bulan mengitari Bumi. Ketika bulan bergerak gravitasi Bumi akan menarik Bulan, tetapi Bulan tidak jatuh ke Bumi kenapa? karena disebabkan oleh gaya sentrifugal yang timbul dari orbit Bulan mengelilingi Bumi. Besarnya gaya sentrifugal Bulan adalah sedikit lebih besar dari gaya tarik menarik antara gravitasi Bumi dan Bulan. Hal ini menyebabkan Bulan semakin menjauh dari bumi dengan kecepatan sekitar 3,8cm/tahun. Ibaranya kalo kita memanjangin kuku tangan kita setiap bulan, kuku tangan kita kan akan berambah sekitar 3 mm/bulan atau 0,3 cm/bulan kalo kita panjangin kuku tangan selama setahun berarti kuku tangan kita bertambah sekitar 3,6 cm. Jadi bulan menjauh dari bumi kira-kira sebesar kuku tangan kita kalo kita panjangi pertahunnya.
Bulan berada dalam orbit sinkron dengan Bumi, hal ini menyebabkan hanya satu sisi permukaan Bulan saja yang dapat diamati dari Bumi. Orbit sinkron menyebabkan kala rotasi sama dengan kala revolusinya.

Di Bulan apakah ada udara dan air ?
Di Bulan tidak terdapat udara ataupun air. Jadi bulan tidak memiliki atmosfer karena terlalu kecil ukuranya sehingga memiliki medan gravitasi dan medan magnet yang kuat akibatnya gas-gas yang dihasilkan oleh aktivitas kerak bulan akhirnya terbawa oleh angin matahari dan menghilang diluar angkasa. Sedangkan air juga tidak dapat bertahan dipermukaan bulan, karena uap air akan terurai oleh sinar matahari menjadi hidrogen dan oksigen yang kemudian akan hilang dengan cepat ke luar angkasa.
Ketiadaan udara dan air di bulan ini menyebabkan tidak adanya pengikisan yang membuat banyaknya kawah di bulan akibat hantaman komet atau asteroid yang berusia jutaan tahun dan masih utuh. Di antara kawah terbesar adalah Clavvius dengan diameter 230 kilometer ini setara dengan jarak jogja ke semarang pulang pergi, dan kedalamanya 3,6 kilometer kalo disini kurang lebih setara dengan ketinggian gunung merapi, bisa dibayangkan Sobat Pecinta Langit besarnya kawah ini. Oiya ketidak adaan udara juga menyebabkan tidak ada bunyi yang dapat terdengar di Bulan.

Lalu bagaimana dengan fase-fase Bulan?
Fase bulan itu adalah bentuk bulan yang selalu berubah-ubah jika dilihat dari bumi. Fase bulan itu tergantung pada kedudukan bulan terhadap matahari jika dilihat dari bumi. Nah fase-fase bulan ini meliputi:
1. Fase bulan baru (New Moon)
Fase ini bulan terletak segaris diantara matahari dan bumi. Pada fase bulan baru, bulan tidak terkena cahaya matahari sama sekali dan terlihat hilang. Ini terjadi karena posisi bulan berada searah dengan matahari sehingga permukaan bulan yang menghadap bumi tidak terkena cahaya matahari sama sekali. Fase ini juga yang memungkinkan terjadinya gerhana matahari.
2. Fase bulan sabit awal (Waxing Cresent)
Setelah fase bulan baru, maka fase selanjutnya adalah fase bulan sabit awal atau waxing crescent. Di fase ini, bagian bulan yang terkena cahaya matahari hanya kurang dari setengah. Makanya, dari bumi akan terlihat bulan menyerupai bentuk seperti sabit.
3. Fase kuartal pertama (first quarter)
Fase kuartal pertama atau fase bulan setengah terjadi ketika posisi bulan, bumi, dan matahari membentuk sudut 90 derajat. Pada posisi ini permukaan bulan yang memantulkan cahaya matahari adalah setengah dari keseluruhan permukaan bulan yang menghadap bumi, Sehingga bulan terlihat berbentuk setengah lingkaran. Pada fase ini terjadi pasang laut perbani, akan dihasilkan pasang naik yang rendah dan pasang surut yang tinggi.
4. Fase waxing gibbous
Pada fase waxing gibbous atau bisa disebut fase bulan bungkuk ini, permukaan bulan yang terlihat mencapai ¾ atau lebih dari permukaan bulan yang menghadap bumi. Nah, di fase ini bulan akan terlihat cembung dan hampir bulat sempurna.
5. Fase bulan purnama (full moon)
Pada fase ini bulan purnama terlihat bulat sempurna karena seluruh permukaan bulan yang menghadap bumi mendapatkan sinar matahari. Ini karena bulan segaris dengan matahari dan bumi. Pada fase ini terjadi pasang laut purnama, gravitasi Bulan fase ini cukup kuat sehingga terjadi pasang naik yang sangat tinggi dan pasang surut yang sangat rendah atau membuat air laut naik kedaratan.
6. Fase wanning gibbous
Setelah fase bulan purnama, bulan akan bergerak ke barat meninggalkan posisi oposisi dengan matahari dan memasuki fase wanning gibbous. Fase ini pada dasarnya sama dengan fase waxing gibbous. Hanya saja sesuai namanya yang mengandung kata wanning, permukan bulan akan perlahan-lahan terlihat semakin mengecil dan bukan membesar.
7. Fase kuartal ketiga (third quarter)
Sama seperti fase kuartal pertama, pada fase ini bulan, matahari, dan bumi berada dalam posisi 90 derajat. Oleh karena ini, kita akan melihat bulan kembali berbentuk seperti setengah lingkaran.
8. Fase bulan sabit tua (wanning crescent)
Fase ini pada dasarnya hampir sama dengan fase bulan sabit awal atau waxing crescent. Hanya saja permukaan bulan yang disinari cahaya matahari akan semakin berkurang sehingga permukaan bulan terlihat semakin mengecil sebelum akhirnya menghilang sepenuhnya dan mencapai fase bulan baru.

Misi penjelajah ke bulan
Misi ke bulan ini diawali adanya perang dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat yang mendorong terjadinya Perlombaan Angkasa, yang menyebabkan adanya akselerasi kepentingan dalam penjelajahan Bulan. Wahana buatan Soviet, Luna adalah wahana pertama yang berhasil mencapai tujuan. Obyek buatan pertama yang melintas dekat Bulan adalah Luna 1, obyek buatan pertama yang membentur permukaan Bulan adalah Luna 2, dan foto pertama sisi jauh bulan yang tak pernah terlihat dari Bumi, diambil oleh Luna 3, kesemua misi itu dilakukan pada 1959. Kendaran luar angkasa pertama yang berhasil melakukan pendaratan adalah Luna 9, dan yang berhasil mengorbit Bulan adalah Luna 10, keduanya dilakukan pada tahun 1966.
Amerika Serikat juga mengirimkan misi berawak pertama ke orbit Bulan pada tahun 1968, yaitu misi Apollo 8. Misi berikutnya berhasil mendaratkan manusia untuk pertama kalinya di permukaan Bulan, yang dipandang oleh banyak pihak sebagai puncak Perlombaan Angkasa. Neil Armstrong menjadi manusia pertama yang berjalan di permukaan Bulan sebagai pemimpin misi Apollo 11 Amerika Serikat; ia menjejakkan langkah pertamanya di permukaan Bulan pada pukul 02:56 UTC tanggal 21 Juli 1969.

Sumber
http://artikelastronomi.blogspot.com/2009/05/artikel-lengkap-tentang-bulan.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Bulan

PERESMIAN LSO ANDROMEDA

Garbar 1. Peresmian secara daring

Hai Sobat Pecinta Langit, apa kabar? Ada kabar gembira, nih.

Pada hari Minggu, 12 Juli 2020 in, Kelompok Studi Andromeda telah diresmikan sebagai Lembaga Swadaya Organisasi oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan. Peresmian ini terlaksana dalam rangkaian acara Rapat Kerja HMPS Pendidikan Fisika UAD periode 2020/2021, melalui ruang virtual google meet.

Sebelumnya, pada 28 Desember 2015, Andromeda diresmikan sebagai Kelompok Studi di lingkungan Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan. Dilansir dari pastron.uad.ac.id, bapak Yudhiakto Pramudya mengungkapkan bahwa Andromeda memiliki arti Antariksa dan Astronomi Universitas Ahmad Dahlan yang bergerak di bidang penelitan dan edukasi.

Di laman yang sama, bapak Muchlas menceritakan perjalanan awal berdirinya Andromeda. Nah Sobat, beliau awalnya sulit menemukan mahasiswa yang memiliki minat terhadap Astronomi. Hingga, beliau sering kali memberi ajakan melalui tampilan salindia gambar nebula dan obyek langit untuk menarik minat mahasiswa. Kini Andromeda sudah memiliki reputasi Nasional maupun Internasional dengan bimbingan bapak Yudhiakto Pramudya.

Selain diresmikannya LSO Andromeda, ketua HMPS Pendidikan Fisika periode 2020/2021 juga melantik Mir’atun Nafiah dan Muhammad Fikri Sya’bani sebagai ketua dan wakil ketua LSO Andromeda. Sobat, mau tahu lebih banyak tentang Andromeda? Yuk ikuti akun sosial media Andromeda atau bisa juga bergabung bersama Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan melalui pmb-online.uad.ac.id. Kami tunggu ya.

Gambar 2. Peresmian KS Andromeda Sumber: Pastron UAD

KS Andromeda dan Teleskop untuk Semua


Sumber pusat studi astronomi

Dilansir dari langitselatan.com, KS Andromeda menjadi satu di antara 17 penerima teleskop sekaligus menjadi satu-satunya yang berasal dari Indonesia pada program ‘Teleskop untuk Semua’ yang diadakan oleh Internasional Astronomical Union.
Sebelumnya, di tahun 2019 bertepatan dengan perayaan ulang tahun IAU yang ke 100 tahun, Pusat Studi Astronomi (PASTRON) berkerjasama dengan KS Andromeda mengadakan kegiatan ‘Semesta untuk Semua’ dengan mengundang guru dan siswa SLB N 2 Bantul. Mengutip pastron.uad. ac.id, dalam kegiatan ini antusias siswa penyandang disabilitas sangat tinggi namun masih terkendala dengan minimnya bahasa isyarat.
Dengan berhasilnya menjadi penerima teleskop, KS Andromeda berharap ini menjadi wujud nyata astronomi khususnya dalam dunia pembelajaran inklusi. Sekian.
Ingin mengenal lebih jauh tentang KS Andromeda? Mari bergabung bersama kami di Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan. Cukup dengan mengunjungi pmb-online.uad.ac.id lalu upload nilai dan tunggu hasilnya. Mudah bukan? Kami tunggu kehadiran anda.

Teleskop Untuk Semua: 17 Teleskop Untuk 17 Negara

Eksperimen Anti Bosan Berfaedah

2 Juni 2020 Bicara tentang belajar dari rumah, rasa-rasanya membosankanya Sobat?  Eits tapi tidak berlaku untuk kelompok studi Andromeda lho. Mereka punya eksperimen sederhana yang memecah bosannya belajar di rumah. Eksperimennya seperti apaya? Baca lebih lanjut, yuk!

Gambar 1. Penentuan Arah Kiblat

Dilansir dari BMKG, bulan Meitanggal 27 dan 28 pukul 12.18 waktu setempat atau dalam versi Indonesia pukul 16.18 WIB, posisi matahari berada tepat di atas Ka’bah. Sehingga tidak ada bayangan Ka’bah saat itu. Lalu,apa yang menarikya? Simak penjelasan berikut.

Seluruh muslim di dunia menjadikan Ka’bah sebagai arah kiblat untuk melaksanakan sholat, sesuai perintah Allah SWT dalam surah Al Baqarah ayat 144, 149 dan 150. Nah sobat, dengan adanya fenomena Ka’bah tanpa bayangan, kita dapat mengukur arah kiblat dan mengetahui pegeserannya walaupun berada di Indonesia.

Tapi bagaimana cara mengukur arah kiblat?

Banyak metode yang biasa dilakukan untuk mengukur arah kiblat. Selama ini ada lima metode yang sering digunakan yaitu(1) menggunakan alat bantu kompas, (2) menggunakan alat bantu tongkat istiwak,(3) menggunakan rasyd al-qiblah global,(4) mengunakan rasyd al-qiblah local, (5) dan menggunakan alat bantu teodholit.

Sepertinya sulitya Sobat?

Tidak, kok Sobat. Bahkan 4 mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan berhasil mengukur arah kiblat lho.

Mahasiswa pertama yang melakukan eksperimen ini yaitu Muhammad FikriSya’bani. Eksperimen dilakukan langsung di Musholla Istimra Adam’i yang berlokasi di Cempedak, Lobang, Sei Rampah, Sumatera Utara (N 3°29’0.5388” E 99°5’47.427”) pada tanggal 27 Mei pukul 16.18. Dengan memanfaatkan tongkat yang diposisikan berdiri dan mendapat sinar cahaya matahari langsung sehingga memperoleh bayangan. Kemudian memberi tanda pada bayangan yang dihasilkan, inilah yang nantinya menjadi arah kiblat.

Gambar 2. Percobaan Arah Kiblat

 

Setelah melakukan percobaan, berlanjut menghitung berapa derajat pergeseran dari arah kiblat sebelumnya yaitu dengan meng-input garis bujur dan lintang tempat melakukan eksperimen kedalam aplikasi penghitung arah kiblat.

Gambar 3. Perhitungan Arah Kiblat

Dari gambar di atas, terlihat ya sobat hasil yang diperoleh adalah 292 derajat 45 menit 24,73detik. Selanjutnya, eksperimen versi Mir’atun Nafiah. Mahasiswi asal Lampung ini melakukan percobaan di daerah Pubian, Lampung Tengah(s 5°2’55.2408″ e 104°52’46.5168″) pada tanggal 28 Mei 2020 pukul 16.18 WIB. Uniknya, percobaan ini menggunakan gang sapu saja. Mulanya, sapu dibiarkan berdiri tegak, selanjutnya matahari akan menyinari gang gang sapunya hingga terbentuk sebuah bayangan.

Gambar 4. Percobaan Arah Kiblat

Setelah melakukan percobaan tersebut, dapat dihitung pula berapa derajat pergeseran dari arah kiblat sebelumnya. Perhitungannya dilakukan dengan meng-input garis bujur dan lintang daerah Pubian (s 5°2’55.2408″ e 104°52’46.5168″) keaplikasi pengukur arah kiblat, jadi tidak pusing-pusinganya Sobat.

Gambar 5. Perhitungan Arah Kiblat

Dari gambar di atas, diperoleh hasil yaitu 295 derajat 15 menit 58.78 detik.

Selain menggunakan gang gang sapu, tongkat juga bias digunakan lho Sobat. Seperti eksperimen ala Vindi Ariskasari dari Mesuji Makmur, Palembang, (2°59′27.99″ls 104°45′24.24″bt). Tepat di jam 16.18 WIB, tongkat diposisikan berdiri dan mendapat cahaya matahari langsung hingga diperoleh bayangan di belakang tongkat.

Gambar 6. Percobaan dengan tongkat

Setelah dihitung dengan aplikasi yang sama mahasiswi asal Sumatera Selatan ini memperoleh data sudut  294 derajat 33 menit 33.02 detik.

Ada lagi Sobat, eksperimen ketiga yang dilakukan oleh Cintha Ayu Wandira dari Singkut, Sarolangun, Jambi (2°30’4″ ls , 102°42’13” bt). Masih di waktu yang sama pada tanggal 28 Mei pukul 16.18 WIB.

Gambar 7. Bayangan

Mahasiswa semester enam ini juga menggunakan tongkat yang mendapat sinar matahari langsung. Terlihatkan Sobat bayangannya? Yang di dekat segitiga siku-siku itu loh. Dari eksperimen ini diperoleh data sudut 294 derajat 49 menit 57.83 detik, perhitungan ini menggunakan aplikasiya, cukup meng-input data bujur timur dan lintang selatan.

Bagaimana Sobat?

Mudahkan mengukur arah kiblat? Berfaedah jugakan?

Kalau Sobat masih bingung atau ingin tahu lebih lanjut, bias lho bergabung menjadi bagian Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan. Nanti kita ngobrol tentang Astronomi, ya Sobat Pecinta Langit, hihi.

Seperti eksperimen mengukur arah kiblat, mendaftar di Universitas Ahmad Dahlan juga mudah kok Sobat. Tinggal klik pmb-online.uad.ac.id, pakai nilai rapor juga bisa, mudah bukan? Langsung cus, kami tunggu ya Sobat.

Keingintahuan siswa kelas VII tentang Asteroid 2016 HP6

Oleh : Delta Rosiana, S.Pd (Alumni S1 Pendidikan Fisika UAD
Mahasiswa S2 Pendidikan Fisika UAD, Penulis buku)

Sumber Foto: urikyo33/Pixabay

Kamis, 14 Mei 2020 Fenomena meluncurnya asteroid 2016 HP6 yang mengentarkan dunia maya tanah air kita menjadi topik yang sangat hangat untuk diperbincangkan oleh semua pihak, apalagi didunia pendidikan. Adanya wabah COVID-19 ini menjadikan kebijakan dari menteri pendidikan untuk sekolah dirumah secara online. Siswa-siswa tidak luntur semangat belajar dirumah dengan cara membaca-baca dan mengikuti perkembangan-perkembangan fenomena alam yang terjadi sekarang.

“Bu mau tanya boleh?” tanya dari murid saya bernama Fadhilah. “iya gimana?” jawab saya di whatapps. “media sosial membagikan info dari LAPAN mengungkap ada dua asteroid raksasa yang diprediksi akan melintas dekat Bumi pada April dan Mei 2020, tepat di momen Ramadhan 1441H . Kedua asteroid raksasa tersebut adalah Asteroid 52768 (1998OR2) dan asteroid 2016 HP6, yang masing-masing akan melintasi dihari dan jam yang berbeda. Asteroid 1998 OR2 diperkirakan melintasi Bumi pada 29 April 2020, tepatnya pada pukul 02.20 WIB. Sedangkan untuk asteroid 2016 HP16 diprediksi melintas dekat Bumi pada 7 Mei 2020, pukul 21.48 Universal Time, atau jika di Indonesia bisa teramati pada Jumat, 8 Mei 2020, pukul 02.28 WIB.” Lanjuntan pertanyaan dari murid. “oh iya itu benar kalau infonya dari LAPAN akurat dil”jawab ku dengan singkat. “Owalah. Gitu ya bu, bisa teramati dari bumi?” tanya dari siswa. “bisa teramati dari bumi tapi menggunakan teleskop yang khusus”. “jam berapa bu, kalau tidak punya teleskop bagaimana bu?”tanyanya lagi. “langsung saya kirimkan peta pergerakan Asteroid 2016 HP6 pekan ini dari Planetarium Jakarta dan dan penjelasan Asteroroid ID 2016 ID dari observatorium Bosscha. Dan saya jawab ya tidak bisa diliat dengan mata telanjang, bisa dilihat dan ikutin sosial media dari NASA karena selalu memperbarui fenomena-fenomena astronomi.
“Bu, Fakta asteorid/meteor yang akan tabrak bumi apakah benar” tanya dari murid saya bernama Faura. “iya benar ra” jawab saya. “Jatuh apa Cuma melintasi bu?”tanyanya Faura. “Cuma melintasi” jawabku dengan sigkat. “Jadi nanti ada gempa apa tidak bu? Terus bagaimana bu nanti” pertanyaannya lagi dari Faura. “Ya tidak apa-apa ra, itu meteornya dari permukaan bumi masih jauh jaraknya selain fenomena ini sudah biasa karena hampir setiap hari terjadi hujan meteor”saya menjawab pertanyaan dari siswa lagi. “iya gak ada apa-apa kan bu? Saya kira sampai jatuh ke bumi”pertanyaanya lagi. “tidak sampai jatuh kebumi ra, kalau sampai kebumi pasti sudah terbakar atau rusak di lapisan atmosfer bumi”jawaban saya sedikit menjelaskan.

Dari sini sangat penting sekali edukasi tentang astronomi untuk anak-anak sekolah menengah karena berita-berita yang dikeluarkan di TV juga banyak sekali yang membuat hoax tentang tabrakan dengan bumi bahkan sampai yang mengabarkan kiamat. Kita sebagai guru atau calon pendidik khususnya kuliah di Pendiidkan Fisika wajib memberikan edukasi tentang astronomi kepada anak-anak, selain itu kita juga pernah tergabung di kelompok studi ANDROMEDA wajib memberikan edukasi astronomi ke seluruh masyarakat umum di negeri kita. Supaya dapat menerima berita dengan bekal ilmu astronomi yang cukup.

Hujan Meteor Eta Aquarids

Sumber foto suryakepri.com

Kamis 7 Mei 2020,  Sobat pencinta langit hujan meteor sering diartikan sebagai bintang jatuh oleh masyarakat secara umum. Apakah benar begitu? Di sini kami akan membahas tentang apa itu meteor, hujan meteor, kapan terjadinya hujan meteor, dan sebab-sebab terjadinya hujan meteor. Akan ada juga beberapa fenomena hujan meteor yang kami paparkan pada siaran kali ini.

Nah, sebelum membahas lebih jauh tentang hujan meteor kita akan membahas beberapa pengertian lain dulu supaya lebih mudah dipahami.

Sistem tata surya kita tidak hanya tersusun dari planet-planet namun juga asteroid dan komet. Asteroid sendiri merupakan batuan angkasa yang mengandung logam seperti nikel dan besi. Benda langit ini berkumpul pada lintasan sabuk asteroid. Terdapat 4 asteroid paling besar yaitu Ceres, Vesta, Pallas dan Hyglea.

Selain asteroid ada pula komet. Komet tersusun dari material gas dan air yang mengeras menjadi es. Diameter inti komet memiliki ukuran paling besar 10 kilometer. Saat lintasannya dekat dengan matahari sebagian esnya menguap hingga ratusan kilometer inilah yang disebut dengan ekor komet.

Puing-puing komet maupun pecahan asteroid sering disebut sebagai meteorid. Ukuranya lebih besar molekul tetapi lebih kecil dari asteroid. Meteoroid tersusun oleh bahan-bahan organik sehingga akan terbakar dan menghasilkan cahaya jika memasuki atmosfer sebuah planet.

Jejak bercahaya dari meteoroid yang masuk ke atmosfer sebuah planet disebut dengan meteor. Nah, makanya kita sering melihat seakan bintang jatuh. Namun itu bukan bintang yang jatuh melainkan sebuah meteor.

Ada satu pengertian lagi yang perlu diketahui yaitu meteorit. Meteorit adalah meteor yang tidak habis terbakar di permukaan planet sehingga masih ada materi yang jatuh ke permukaan bumi. Nah, pasti sahabat sudah pernah mendengar kan mengenai kawah yang terbentuk akibat adanya meteorit?

Lalu bagaimana ya terjadinya hujan meteor? Hujan meteor adalah jatuhnya meteor dalam jumlah banyak menuju permukaan bumi. Hujan meteor terjadi karena adanya meteoroid di luar angkasa yang menghantam atmosfer bumi dengan kecepatan tinggi. Sehingga pada saat bertabrakan dengan bumi, meteoroid tersebut terpecah dalam jumlah banyak. Ketika terbakar meteor tersebut dalam tekanan panas yang tinggi meluncur ke permukaan bumi dalam jumlah yang banyak dan mempunyai cahaya.

Ada beberapa macam hujan meteor, di antaranya adalah hujan meteor Lyrid, Eta Aquarids, Delta Aquarid, Perseid, Draconids, Orionids, Taurids, Leonids, Geminids.

Sumber foto cnnindonesia.com

Di bulan Mei 2020 ini ada Hujan Meteor Eta Aquaris. Meteor Eta Aquaris merupakan salah satu dari dua hujan meteor yang berhubungan dengan Komet 1p/Halley. Di tahun ini puncak hujan meteor Eta Aquaris terjadi pada malam 6 Mei hingga pagi hari 7 Mei. Frekuensi jatuhnya cukup banyak, namun berbeda di kedua belahan Bumi. Di utara terlihat sekitar 10-20 meteor per jam, sedangkan di selatan bisa sampai 40 meteor dalam satu jam.

Tidak seperti hujan meteor lainnya, jumlah meteor yang jatuh pada saat puncaknya hanya lebih deras sedikit saja daripada hari yang lain. Radian Hujan Meteor Eta Aquarids berasal dari konstelasi Aquarius atau Eta Aquarid. Tetapi walaupun berasal dari konstelasi Aquarius, untuk menikmati hujan meteor ini kita tidak perlu melihat dari arah dimana rasi bintang Aquarus berada, karena kemunculan meteor-meteor pada hujan meteor Eta Aquarids ini dapat datang dari segala penjuru langit

Ingin tahu lebih lanjut info hujan meteor? Yuk, jadi bagian dari Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan. Di sini kita bisa belajar lebih tahu tentang astronomi dan antariksanya juga. So, tunggu apalagi langsung aja klik pmb-online.uad.ac.id. Cukup dengan nilai rapor loh. Mudah kok, sambil rebahan juga bisa. Cus kami tunggu ya.